Kriteria Berdasarkan Had Kifayah
Dalam ajaran Islam, konsep Had Kifayah digunakan untuk menentukan batas minimal kebutuhan hidup seseorang atau keluarga.
Had Kifayah mencakup kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan pendidikan dalam lingkup Islam.
Mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar ini digolongkan sebagai fakir atau miskin dan berhak menerima zakat sebagai bagian dari kewajiban sosial dan moral dalam Islam.
Tak hanya melihat pemenuhan kebutuhan dasar, Had Kifayah juga memperhitungkan faktor-faktor seperti jumlah tanggungan, biaya pendidikan, dan biaya kesehatan.
Jika seseorang tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar dirinya dan keluarganya sesuai standar Had Kifayah, maka ia berhak mendapatkan bantuan zakat.
Sedekah dalam Perspektif Agama dan Ilmu Sosial
Dalam Islam, sedekah merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Allah SWT dan Rasulullah SAW memberikan banyak sekali motivasi dan pahala bagi orang-orang yang bersedekah. Dalam berbagai hadis, disebutkan bahwa sedekah dapat memadamkan murka Allah, menolak bencana, dan memperpanjang umur.
Dari perspektif ilmu sosial, sedekah dianggap sebagai salah satu bentuk redistribusi kekayaan yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekonomi dan sosial di masyarakat. Sedekah dapat membantu mengurangi kemiskinan, meningkatkan taraf hidup, dan mendorong integrasi sosial. Ilmu sosial juga melihat sedekah sebagai alat untuk memperkuat ikatan sosial dan membangun rasa kebersamaan di dalam komunitas.
Kriteria Fakir Miskin
Penentuan status golongan fakir miskin didasarkan pada beberapa kriteria, baik dari perspektif Islam maupun pemerintah. Adapun kriteria fakir miskin adalah sebagai berikut:
Mendapatkan Bantuan
Hak pertama fakir miskin adalah mendapatkan bantuan untuk meringankan beban hidup.
Bantuan ini bisa datang dari berbagai sumber, termasuk pemerintah, lembaga non-pemerintah, komunitas, maupun individu.
Bentuk bantuan bagi fakir miskin meliputi penyediaan kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan bantuan keuangan untuk kebutuhan pendidikan dan kesehatan.
Perbedaan Fakir dan Miskin
Tahukah Sahabat, fakir dan miskin itu dua istilah yang berbeda? Nah, perbedaan antara fakir dan miskin terletak pada kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Fakir merujuk pada orang yang tidak memiliki penghasilan atau hanya memiliki penghasilan sedikit, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasar.
Fakir biasanya berada dalam kondisi yang lebih sulit dibandingkan miskin, karena mereka sangat bergantung pada bantuan dari orang lain.
Di sisi lain, miskin adalah mereka yang memiliki penghasilan atau pekerjaan, namun pendapatan tersebut tetap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara layak.
Kelompok miskin memiliki keterbatasan dalam ekonomi, namun kondisinya lebih baik dibandingkan fakir, karena masih ada sedikit penghasilan walaupun belum mencukupi untuk hidup yang stabil.
Mereka biasanya tetap membutuhkan bantuan untuk memenuhi kekurangan ekonomi, tetapi miskin memiliki tingkat ketergantungan yang lebih rendah dibandingkan fakir.
Dalam Islam, fakir dan miskin sama-sama berhak menerima zakat, tetapi fakir berada di prioritas pertama sebagai kelompok yang paling membutuhkan.
Pemerintah Indonesia juga membedakan keduanya dalam berbagai program bantuan sosial, dengan fakir dianggap lebih membutuhkan dan miskin berada di tingkat berikutnya.
Perbedaan Had Kifayah dengan Standar Lainnya
Berdasarkan segitiga kebutuhan, kedudukan Had Kifayah, Kebutuhan Hidup Layak, dan Garis Kemiskinan berada di tiap tingkatan sejauh mana seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya.
Untuk pemberian bantuan zakat, dari sisi Had Kifayah dihitung berdasarkan kepala keluarga dan tanggungannya. Sedangkan, jika dilihat dari sisi BPS, bantuan finansial dihitung dari sisi personal individual. Contohnya, Bantuan Sosial (Bansos).
Mendapatkan Perlindungan
Selain bantuan ekonomi, fakir dan miskin juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan, baik dari segi hukum maupun sosial.
Perlindungan ini bertujuan untuk memastikan bahwa hak-hak mereka tidak dilanggar dan mereka tidak menjadi korban diskriminasi atau ketidakadilan.
Pemerintah dan masyarakat memiliki peran untuk melindungi hak-hak fakir miskin, terutama dari perlakuan yang merugikan mereka.
Mendapatkan Kasih Sayang
Hak fakir miskin yang ketiga adalah mendapatkan kasih sayang, yang mencakup penghargaan, perhatian, dan sikap peduli dari masyarakat sekitar.
Kasih sayang adalah bagian penting dalam interaksi sosial yang tidak hanya membantu fakir dan miskin secara materi, tetapi juga memberikan dukungan moral yang sangat berharga.
Sikap saling peduli dan rasa empati dari masyarakat membantu meningkatkan rasa percaya diri dan memberikan kekuatan bagi fakir dan miskin untuk menjalani hidup dengan lebih positif.
Kasih sayang ini juga mencakup kesediaan untuk mendengarkan dan memperhatikan kondisi mereka, sehingga kebutuhan mereka dapat terpenuhi dengan lebih manusiawi dan bermartabat.
Demikian penjelasan lengkap mengenai fakir miskin yang berhak mendapatkan zakat dan sedekah.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa fakir miskin adalah golongan kurang mampu yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Nah, istilah fakir dan miskin sendiri memiliki makna yang berbeda. Fakir merujuk pada orang yang tidak memenuhi kebutuhan dasar karena tidak memiliki penghasilan.
Sementara itu, miskin merujuk pada golongan orang yang memiliki penghasilan, tapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan.
Islam sendiri mengajarkan kita untuk membantu dan memenuhi hak-hak fakir miskin, salah satunya dengan cara memberi bantuan materi serta mengasihi mereka.
Dalam hal ini, langkah konkrit yang bisa Sahabat lakukan adalah dengan membayar zakat dan sedekah.
Dengan demikian, Sahabat tidak hanya membantu fakir dan miskin yang membutuhkan, tapi juga menunaikan kewajiban sesuai rukun Islam.
Nah, jika Sahabat ingin menunaikan zakat, Sahabat bisa memilih Yatim Mandiri yang merupakan Lembaga Amil Zakat (LAZ) berpengalaman, amanah, dan terpercaya.
Yuk, jangan ditunda! Segera tunaikan kewajiban membayar zakat dan bantu sesama memenuhi kebutuhan!
Kriteria Golongan Fakir dan Miskin
Diantara beberapa pendapat ulama, salah satunya pendiri Pondok Pesantren Al Bahjah Buya Yahya menyatakan bahwa seseorang dikatakan menjadi fakir apabila kebutuhan dasarnya lebih besar dari penghasilannya. Sebagai contoh apabila seseorang memiliki kebutuhan dasar untuk hidup sebesar 60-70 ribu, namun dia hanya berpenghasilan 20-30 ribu, maka dia bisa disebut fakir.
Dalam contoh lain juga disebutkan, seseorang yang sudah dalam kondisi tidak bisa bekerja (cacat fisik, sakit, dll) namun dia memiliki harta sekitar 25 juta. Beliau bisa dikatakan fakir, dikarenakan sisa hartanya tersebut diperkirakan tidak mencukupi kebutuhan dasar hidupnya dengan perkiraan sisa usianya (misal 20-30 tahun lagi).
Dikatakan kebutuhan dasar fakir itu mulai dari sandang, pangan, papan dan kesehatan. Dan juga mengalami kemiskinan multidimensi. Dalam artian, orang yang tidak beruntung untuk dapat duduk di bangku sekolah formal.
Sedangkan kriteria untuk miskin adalah mereka yang masih memiliki penghasilan, tetapi belum dapat untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya meskipun ia mampu untuk mengenyam pendidikan formal. Misalkan seorang dikatakan miskin apabila dia memiliki penghasilan 700.000 sebulan, namun kebutuhan dasarnya lebih dari itu.
Perbedaan paling mendasar antara kriteria fakir dan miskin adalah seorang fakir memiliki penghasilan yang hanya bisa memenuhi kurang dari setengah kebutuhan dasarnya. Hal itu bisa dikarenakan usia lanjut ataupun tidak mengenyam pendidikan formal.
Untuk menentukan seseorang masuk kriteria fakir dan miskin serta batasan dan standar zakat, ada 3 cara pengukuran sebagai berikut:
Yuk, kita bahas satu-satu arti kriteria tersebut. Ada beberapa perbedaan yang bertujuan untuk saling melengkapi antara syariat dengan kondisi kemiskinan yang terjadi di suatu negara.
Perbedaan Fakir Dan Miskin Dalam Islam
Berkaitan dengan fenomena tersebut, ada hal unik yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Karena kefakiran mendekatkan seseorang kepada kekufuran, maka beliau SAW mengajarkan doa kepada umatnya :
“Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari kefakiran, kekafiran, kekurangan dan kehinaan. Dan aku berlindung kepadaMu dari kedzoliman dan mendzolimi orang lain”. (HR. Ibnu Majah Dan Hakim dari sahabat Abu Hurairah)
Dari doa di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah SAW menghindari kefakiran. Karena dengannya akan memiliki banyak mudharat termasuk mengganggu dalam urusan dakwah. Namun disisi lain beliau SAW juga berdoa :
“Ya Allah hidupkan aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin dan bangkitkanlah aku ketika hari kiamat bersama orang-orang miskin”. (HR. At-Tirmizi)
Beliau SAW mengharapkan kemiskinan dalam kehidupan dunia hingga saat dibangkitkan di hari kiamat. Meskipun doa tersebut tidak bisa dipastikan bersifat hakiki dengan maksud menjauhi kekayaan. Atau maknawi yaitu yang bersifat menghindari dari sifat tamak. Doa tersebut telah menegaskan bagaimana sikap kesederhanaan beliau.
Karena bisa jadi seseorang sudah memiliki kecukupan harta, namun masih juga merasa miskin. Sehingga merasa iri saat melihat orang lain mendapatkan bantuan sedangkan dirinya tidak. Orang yang seperti ini selain jauh dari sifat Nabi SAW diatas juga akan menjadi penghalang dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Dari kedua doa yang diajarkan Nabi SAW diatas juga dapat dipahami bahwa fakir dan miskin memiliki perbedaan. Yang mendasar adalah fakir lebih berpotensi menjerumuskan seseorang pada hal yang tidak diridhai Allah Ta’ala. Sehingga lebih utama untuk diberikan uluran tangan untuk menyelamatkan keimanannya.
Sedangkan miskin bisa memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga beliau SAW berdoa untuk berada didalamnya. Kelebihannya adalah orang miskin akan terhindar dari kemalasan jika ingin merubah keadaan dengan cara terus bergerak (berusaha).
Dan kekurangannya adalah dirinya akan terus miskin dan bisa jatuh pada kefakiran jika terus malas tanpa melakukan usaha. Ini juga menjadi jawaban atas pertanyaan apa perbedaan fakir dan miskin.